KEWIRAUSAHAAN
PENGERTIAN
KEWIRAUSAHAAN
Ada Berbagai pengertian kewirausahaan yang dikemukakan
para ahli, diantaranya sebagai berikut :
1. Mendefinisikan kewirausahaan sebagai bekerja
sendiri (self-employment). Seorang wirausahawan membeli barang saat ini
pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga
tidak menentu. Jadi definisi ini
lebih menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi risiko atau
ketidakpastian. (Richard Cantillon, 1775)
2. Kegiatan kewirausahaan mencakup indentfikasi peluang-peluang di
dalam sistem ekonomi. (Penrose, 1963)
3. Kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan
atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum
teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui
sepenuhnya. (Harvey Leibenstein, 1979)
4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda. (Peter Drucker)
5. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan
untuk memulai suatu usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture
growth).(Soeharto Prawiro 1997)
6. Kewirausahaan menurut Saidi dan Hartati (2008),
Kewirusahaan merupakan proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai
menggunakan waktu dan upaya penelitian, menanggung resiko keuangan, fisik,
serta resiko sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan,
serta kepuasan dan kebebasan pribadi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah proses
menciptakan inovasi baru yang berbeda dan mengidentifikasi peluang-peluang yang
ada dan memanfaatkannya, serta mengembangkan usaha untuk menghadapi keadaan
atau resiko dan ketidakpastian.
B.
TUJUAN
KEWIRAUSAHAAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam Kewirausahaan adalah
sebagai berikut :
1.
Meningkatkan jumlah
wirausaha yang berkualitas.
Kewirausahaan mendidik seseorang
untuk berpikir inovatif, kedepan, memanfaatkan peluang dan pantang menyerah
sehingga dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas.
2.
Mewujudkan kemampuan
dan kemantapan para wirausaha untuk menghasilkan kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat.
Kewirausahaan dapat menghasilkan
lapangan pekerjaan yang baru dan dapat menyerap tenaga pekerja dari masyarakat
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daerah.
3.
Membudayakan
semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan kewirausahaan di kalangan masyarakat
yang mampu, andal, dan unggul.
4.
Menumbuh kembangkan
kesadaran dan orientasi kewirausahaan yang tangguh dan kuat terhadap
masyarakat.
Sehingga hal ini dapat bermanfaat
dan berguna untuk ;
1.
Sebagai
generator pembangunan lingkungan, pribadi, distribusi, pemeliharaan lingkungan,
dan kesejahteraan masyarakat. Menjadi contoh bagi masyarakat sebagai pribadi
yang unggul dan patut diteladani
2.
Dapat
memberi bantuan kepada orang lain dan pembangunan sosial sesuai dengan
kemampuanya
3.
Menambah
daya tampung tenaga kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran
4.
Dapat
mendidik masyarakat hidup efisien dan tidak boros.
C.
KONSEP
KEWIRAUSAHAAN
Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif
dalam usaha untuk memajukan karya baktinya dalam rangka upaya meningkatkan
pendapatan di dalam kegiatan usahanya.
Selain itu kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif
yang dijadikan dasar, kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju
sukses. Sedangkan menurut Menurut Peggy A. Lambing & Charles R. Kuehl dalam
buku Entrepreneurship (1999), kewirausahaan adalah suatu usaha yang
kreatif yang membangun suatu value dari yang belum ada menjadi ada dan
bisa dinikmati oleh orang banyak.
Dari beberapa konsep yang ada di atas, ada enam hakekat penting
kewirausahaan sebagai berikut :
1.
Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku
yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat,
proses, dan hasil bisnis
2.
Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru dan berbeda.
3.
Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan
inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki
kehidupan.
4.
Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai
suatu usaha dan perkembangan usaha.
5.
Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang
baru dan sesuatu yang berbeda yang bermanfaat member nilai lebih
6.
Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara
mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara baru
untuk menghasilkan barang dan jasa yang memberikan kepuasan baru kepada
konsumen.
D. MERINTIS USAHA BARU DAN MODEL PENGEMBANGANNYA
Menurut hasil survey peggy lambing (2000),
sekitar 43% wirausaha mendapat ide bisnis dari pengalaman pribadi ketika
bekerja diperusahaan atau tempat profesional lainnya, 15% wirausaha telah
mencoba dan merasa mampu mengerjakannya dengan lebih baik, 11% wirausaha yang
disurvei memulai usaha dengan memenuhi kebutuhan dan peluang yang ada dipasar
dan 46% sisanya memulai usaha berdasarkan Hobi dan keterampilannya.
Dari survey diatas, dapat disimpulkan bahwa
kebanyakan wirausaha memulai usaha barunya berdasarkan Hobi dan
keterampilannya. Kemudian dilanjutkan dengan wirausaha yang memulai usaha baru
berdasarkan pengalaman yang didapatnya pada saat bekerja menjadi karyawan di
perusahaan atau tempat kerjanya yang lama. Baru kemudian diikuti lagi oleh
wirausaha yang memulai usaha hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Hobi dan keterampilan merupakan modal awal yang
biasa di gunakan para wirausahawna. Namun dalam memasuki dunia usaha baru,
seseorang dituntut tidak hanya memiliki keterampilan dan kemampuan saja tetapi
juga ide dan kemauan. Ide dan kemauan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk
barang dan jasa yang laku di pasaran.
Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam memulai
atau memasuki dunia Kewirausahaan, yaitu dengan cara merintis usaha baru,
membeli perusahaan orang lain dan kerja sama manajemen (Franchise).
a.
Merintis Usaha Baru
Dalam
merintis usaha baru harus memperhatikan beberapa hal :
·
Bidang dan Jenis usaha yang akan dimasuki
·
Bentuk usaha dan kepemilikannya
·
Tempat usaha yang akan dipilih
·
Organisasi usaha yang mungkin diperoleh
·
Lingkungan usaha yang akan berpengaruh
Bidang atau jenis usaha yang akan dimasuki
·
Pertanian, seperti kehutanan, perikanan dan
perkebunan
·
Pertambangan, seperti galian pasir, galian tanah,
batu dan bata
·
Pabrikasi meliputi usaha industri, perakitan dan
sintesis
·
Konstruksi meliputi usaha bangunan, jembatan dan
jalan raya
·
Perdagangan, seperti grosir, agen dan
import-export
·
Jasa Keuangan meliputi usaha asuransi, perbankan
dan koperasi
·
Jasa Perorangan meliputi usaha potong rambut,
salon dan laundry
·
Jasa Umum, seperti pengangkutan, penggudangan,
wartel, warnet dan distribusi.
Bentuk usaha dan kepemilikannya
·
Perusahaan perorangan, perusahaan yang dikelola
dan didirikan oleh satu orang.
·
Persekutuan adalah asosiasi yang di bentuk dua
orang atau lebih yang menjadi pemilik usaha bersama-sama dalam satu perusahaan.
·
Perseroan yaitu perusahaan ayang anggotannya
terdiri atas para pemegang saham.
·
Firma yaitu persekutuan yang menjalankan usaha
dibawah nama bersama
Tempat usaha yang akan dipilih
·
Apakah tempat usaha tersebut mudah dijangkau
konsumen?
·
Bagaimana akses jalan ketempat tersebut?
·
Apakah tempat usaha dekat dengan sumber tenaga
kerja?
·
Apakah dekat dengan akses ke bahan baku atau
bahan pendukung lainnya?
·
Tempatnya dibangun di tempat yang strategis
Organisasi
usaha yang akan digunakan
Pada lingkup usaha yang kecil, biasanya
organisasi usaha dikelola sendiri. Semakin besar sebuah usaha, semakin kompleks
organisasi usahanya, sebaliknya semakin kecil lingkup usahanya maka semakin
sederhana organisasi usahanya. Dalam mengembangkan usahanya, organisasi usaha
akan membagi bagian-bagian kegiatan bisnis tertentu seperti bagian penjualan,
pembelian,pemasaran, administrasi dan keuangan. Masing-masing bagian dikelola
oleh tenaga kerja tersendiri dan bantuan orang lain.
Secara
garis besar, struktur organisasi intern sesuai dengan perkembangannya dibagi
kedalam beberapa struktur yang berbeda. Struktur tersebut dibagi menjadi,
Struktur organisasi Usaha sederhana, struktur organisasi pertumbuhan usaha
terbatas dan struktur usaha sistem departemen.
Contoh/Bagan Struktur Organisasi Perkembangan Usaha
Wirausaha
|
b.
Membeli Perusahaan
Membeli perusahaan untuk usaha kecil bisa dibagi dalam dua
katagori, yakni membeli perusahaan baru dan membeli perusahaan lama. Seseorang
wirausaha perusahaan kecil lebih memilih membeli perusahaan yang sudah ada
daripada mendirikan atau merintis usaha baru, antara lain resiko lebih rendah,
mudah, dan memiliki peluang untuk membeli dengan harga yang bisa ditawar.
Membeli perusahaan baru memiliki resiko yang sedikit karena
kemungkinan gagal lebih kecil, waktu lebih sedikit, dan tenaga yang diperlukan.
Disamping itu, membeli perusahaan yang sudah ada juga mengandung kerugian dan
permasalahan, baik eksternal maupun internal :
1.
Masalah Eksternal, yaitu lingkungan seperti
banyaknya pesaing, dan ukuran peluang besar. Beberapa pertanyaan mendasar dalam menghadapi lingkungan
eksternal ini, misalnya : apakah perusahaan yang dibeli memiliki daya saing
harga di pasar, khususnya dalam harga dan kualitas, segmen pemasarannya.
2.
Masalah Internal, yaitu masalah yang ada dalam
perusahaan, misalnya masalah citra atau reputasi perusahaan seperti masalah
karyawan, konflik antara manajemen dan karyawan yang sukar diselesaikan oleh
pemilik yang baru, masalah lokasi dan masalah masa depan perusahaan lainnya.
Seorang wirausaha yang akan membeli perusahaan
selain harus mempertimbangkan berbagai keterampilan, kemampuan, dan kepentingan
pembelian, juga harus memperhatikan sumber- sumber potensial perusahaan yang
akan dibeli, diantaranya :
-
Pedagang perantara penjual perusahaan yang akan
dibeli.
-
Bank investor yang melayani perusahaan
-
Kontak – kontak perusahaan seperti pemasok,
distributor, pelanggan, dan lainnya yang erat kaitannya dengan kepentingan
perusahaan yang akan dibeli.
-
Jaringan kerjasama bisnis dan sosial perusahaan
yang akan dibeli.
-
Daftar majalah dan jurnal perdagangan yang
digunakan oleh perusahaan yang akan dibeli.
Menurut Zimmerer ada beberapa hal kritis yang digunakan untuk
menganalisis perusahaan yang akan dibeli, yaitu :
1.
Alasan pemilik menjual perusahaan.
2.
Potensi produk dan jasa yang dihasilkan
3.
Aspek legal yang dimiliki perusahaan
4.
Kondisi keuangan perusahaan yang akan dijual.
c.
Kerja Sama Manajemen
Franchising (Kerjasama Manajemen/Waralaba) Franchising adalah kerjasama manajemen untuk
menjalankan perusahaan cabang/penyalur. Inti
dari Franchising adalah memberi hak
monopoli untuk menyelenggarakan usaha dari perusahaan induk. Franchisor adalah
(perusahaan induk) adalah perusahaan yang memberi lisensi, sedangkan franchise
adalah perusahaan pemberi lisensi (penyalur atau dealer).
Bentuk
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Merintis
usaha
|
-
Gagasan Murni
-
Bebas beroperasi
-
Fleksibel dan
-
mudah penggunaan
|
-
Pengakuan nama barang
-
Fasilitas inefisien
-
Persaingan kurang diketahui
|
Membeli
perusahaan
|
-
Kemungkinan sukses
-
Lokasi sudah cocok
-
Karyawan dan pemasok biasanya sudah mantap
-
Sudah siap operasi
|
-
Perusahaan yang dijual biasanya lemah
-
Peralatan tak efisien
-
Mahal
-
Sulit inovasi
|
Kerja
sama manajemen
|
-
Mendapat pengalaman dalam logo, nama, metoda teknik
produksi, pelatihan dan bantuan modal
-
Penggunaan nama,
-
Merek yang sudah dikenal
|
-
Tidak mandiri
-
Kreativitas tidak berkembang
-
Menjadi independen, terdominasi, rentan terhadap
perubahan franchisor
|
E.
PROFIL
USAHA KECIL DAN PENGEMBANGANNYA
Sampai saat ini
batasan usaha kecil masih berbeda-beda tergantung pada fokus permasalahan
masing-masing.
1.
Menurut UU
no.9/1995 Pasal 5 tentang usaha kecil, menyebutkan :
a.
Memiliki
kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan tempat
usaha, atau
b.
Memiliki hasil
penjualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,-
2.
Menurut BPS
(1988) usaha kecil memiliki tenaga kerja 5 s/d 19 orang yang termasuk pekerja
kasar, pekerja pemilik dan pekerja keluarga. Perusahaan yang memiliki tenaga
kerja kurang dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga.
3.
Menurut
Stanley dan Morse industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk
industri kerajinan rumah tangga, Industri kecil menyerap tenaga kerja 10-49
orang, industri sedang menyerap 50–99 orang dan industri besar menyerap tenaga
kerja 100 orang atau lebih
4.
Dan
Steinhoff dan John F. Burgess (1993: 14), “A small business is one which independently
owned and operated and is not dominant in its field”.
5.
M.
Kusman Sulaeman (1988-1989:43), mengemukakan beberapa ciri pekerjaan manajerial dari usaha kecil, yaitu : “No training, job is directly important,
challenging, satisfying, less formal work, much operating, mixed works, direct
contact, informal communication, and much more telephone, sales less than $200
m, earning/share is low, less diversified production, less conservative
financing method, and market position is weak, more operational, routine work,
authoritarian, short term thinking, and operating orientation”.
6.
Sedangkan
menurut Komisi Perkemba-ngan Ekonomi mengemukakan kriteria usaha kecil sbb: Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik, Modal
disediakan oleh pemilik ,
daerah operasi bersifat local, Ukuran dalam
keseluruhan relatif kecil.
Ciri-ciri
khusus perusahaan kecil
:
1. Manajemen
Pada usaha kecil, manajer yang mengoperasikan
perusahaan adalah pemilik, majikan, dan investor yang mengambil berbagai
keputusan secara mandiri.
2. Persyaratan Modal
Jumlah modal yang diperlukan juga relatif kecil
dan hanyan dari beberapa sumber.
3. Pengoperasian Yang
Bersifat Lokal.
Karena permodalan relatif kecil dan dikelola
secara mandiri maka pengoperasiannya daerah lokal, majikan dan karyawan tinggal
dalam suatu daerah yang sama, bahan baku lokal, dan pemasarannya hanya pada
lokasi/daerah tertentu.
Usaha kecil pada umumnya memiliki jumlah
karyawan sedikit, modal terbatas, dan volume penjualan yang rendah. Akan tetapi
secara keseluruhan merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lokal yang
cukup besar dan tersebar
Komisi untuk Perkembangan Ekonomi (Committee for
Economic Development) , mengemukakan kriteria usaha kecil sebagai berikut :
1. Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah
pemilik.
2. Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok
kecil
3. Daerah operasi bersifat lokal
4. Ukuran dalam keseluruhan relatif kecil.
Kekuatan dan kelemahan Usaha
Kecil
Beberapa kekuatan usaha kecil antara lain:
1.
Memiliki
kebebasan untuk bertindak. Bila ada perubahan, misalnya perubahan produk baru,
teknologi baru, dan perubahan mesin baru, usaha kecil bisa bertindak dengan
cepat untuk menyesuaikan dengan keadaan yang berubah tersebut. Sedangkan, pada
perusahaan besar, tindakan cepat tersebut susah dilakukan.
- Fleksibel. Perusahaan kecil sangat luwes, ia dapat menyesuaikan dengan kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran produk usaha kecil pada umumnya menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat lokal. Beberapa perusahaan kecil di antaranya menggunakan bahan baku dan tenaga kerja bukan lokal yaitu menda-tangkan dari daerah lain atau impor.
- Tidak mudah goncang. Karena bahan baku dan sumber daya lainnya kebanyakan lokal, maka perusahaan kecil tidak rentan terhadap fluktuasi bahan baku impor. Bahkan bila bahan baku impor sangat mahal sebagai akibat tingginya nilai mata uang asing, maka kenaikan mata uang asing tersebut dapat dijadikan peluang dengan memproduksi barang-barang untuk keperluan ekspor.
Kelemahan perusahaan kecil dua aspek, yaitu :
1.
Aspek kelemahan struktural. Kelemahan dalam struktur perusahaan misalnya
kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan dalam pengendalian
mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan teknologi, kesulitan mencari
permodalan, tenaga kerja masih lokal, dan terbatasnya akses pasar. Kelemahan
faktor struktural yang satu saling terkait dengan faktor yang lain kemudian
membentuk lingkaran ketergantungan yang tidak berujung pangkal dan membuat
usaha kecil terdominasi dan rentan.
Secara struktural, salah satu
kelemahan usaha kecil yang paling menonjol adalah kurangnya permodalan.
Akibatnya terjadi ketergantungan pada kekuatan pemilik modal. Karena pemilik
modal juga lebih menguasai sumber-sumber bahan baku dan dapat mengusahakan
bahan baku, maka pengusaha kecil memiliki ketergan-tungan pada pemilik modal
yang sekaligus penguasa bahan baku. Akibat dan ketergantungan tersebut, otomatis
harga jual produk yang dihasilkan usaha kecil secara tidak langsung ditentukan
oleh penguasa pasar dan pemilik modal, maka terjadilah pasar monopsoni.
Dengan kondisi ini, maka batas
keuntungan pengusaha kecil ditentukan oleh batas harga jual produk dan batas
harga beli bahan baku. Terjadilah repatriasi keuntungan yang mengakibatkan
permodalan usaha kecil jumlahnya tetap kecil. Kondisi tersebut mengakibatkan
ketengantungan pengusaha kecil yang menjadi buruh pada perusahaan sendiri
dengan upah yang ditentukan oleh batas keuntungan dari pemilik modal sekaligus
penguasa pasar dan penguasa sumber-sumber bahan baku.
2.
Aspek kelemahan Kultural. Kelemahan kultural mengakibatkan kelemahan
struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan
lemahnya berbagai persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran,
dan bahan baku, seperti:
-
Informasi
peluang dan cara memasarkan produk.
-
Informasi
untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah, dan mudah didapat.
-
Informasi
untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam menjalin hubungan
kemitraan.
-
Informasi
tentang tata cara pengembangan produk, baik desain, kualitas, maupun
kemasannya.
-
Informasi
untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratan yang terjangkau.
Pengembangan Usaha Kecil
Banyak konsep yang dikemukakan
oleh para ahli ekonomi dan manajemen modern tentang cara meraih keberhasilan
usaha kecil dalam mempertahankan eksistensinya secara dinamis. Dalam berbagai
konsep strategi bersaing dikemu-kakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan
sangat tergantung pada kemampuan internal. Untuk menghadapi kondisi jangka
panjang dan dinamis, perusahaan harus dikembangkan melalui strategi yang
berbasis pada pengembangan sumber daya internal secara superior (internal
resource-based strategy) untuk menciptakan kompetensi inti (core competency).
Dalam menghadapi krisis ekonomi
nasional seperti sekarang ini, baik teori dynamic strategy maupun teori
resource-based strategy sangat relevan bila khusus diterapkan dalam
pemberdayaan usaha kecil. Menurut teori resources-based strategy, agar
perusahaan meraih keuntungan secara terus-menerus, maka perusahaan harus
mengutamakan kapabilitas internal yang supe¬rior, yang tidak transparan, sukar
ditiru atau dialihkan oleh pesaing dan memberi daya saing jangka panjang
(futuristik) yang kuat dan melebihi tuntutan masa kini di pasar dan dalam situasi
eksternal yang bergejolak.
Agar perusahaan kecil berhasil
take-off, maka harus ada usaha khusus yang diarahkan untuk survival,
consolidation, control, planning, dan expectation. Dalam tahapan ini diperlukan
penguasaan manajemen, yaitu mengubah pemilik sebagai pengusaha (owners as
businessman) yang merekrut tenaga dan diberi wewenang secara jelas. Perubahan
yang dilakukan, yaitu : bidang pemasaran harus mengubah getting customer
menjadi improve competitive situation, bidang keuangan tahap cash flow berubah
menjadi tahap tighten financial control, improve margin, and control cost, dan
bidang pendanaan usaha kecil harus sudah ventura capital (Yuyun Wirasasmita,1993:
2).
Menurut teori the design school,
perusahaan harus mendesain strategi perusahaan yang ‘fit” antara peluang dan
ancaman eksternal dengan kemampuan internal yang memadai yang didukung dengan
menumbuhkan kapabilitas inti (core competency) yang merupakan kompetensi khusus
(distinctive competency) dan pengelohaan sumber daya perusahaan.
Dalam konteks persaingan bebas yang semakin dinamis seperti sekarang, perusahaan harus menekankan pada strategi pengembangan kompetensi inti (building core competency), yaitu pengetahuan dan keunikan untuk menciptakan keunggulan. Keunggulan tersebut dapat diciptakan melalui “The New 7-S’ strategy (The New 7-S’s)”, yaitu :
Dalam konteks persaingan bebas yang semakin dinamis seperti sekarang, perusahaan harus menekankan pada strategi pengembangan kompetensi inti (building core competency), yaitu pengetahuan dan keunikan untuk menciptakan keunggulan. Keunggulan tersebut dapat diciptakan melalui “The New 7-S’ strategy (The New 7-S’s)”, yaitu :
1. Superior stakeholder satisfaction, yaitu
mengutamakan kepuasan stakeholder.
- Strategic sooth saying, yaitu merancang strategi yang membuat kejutan atau yang mencengangkan.
- Position for speed, yaitu posisi untuk mengutamakan kecepatan.
- Position for surprise, yaitu posisi untuk membuat kejutan.
- Shifting the role of the game, yaitu strategi untuk mengadakan perubahan/pergeseran peran yang dimainkan.
- Signaling strategic intent, yaitu mengindikasikan tujuan dan strategi.
- Simultanous and sequential strategic thrusts, yaitu membuat rangkaian penggerak/pendorong strategi secara simultan dan berurutan.
Berdasarkan
pandangan para ahli di atas, jelaslah bahwa kelangsungan hidup perusahaan baik
kecil maupun besar pada umumnya sangat tergantung pada strategi manajemen
perusahaan dalam memberdayakan sumber daya internalnya.
F.
KERANGKA HIPOTESIS
PENGEMBANGAN USAHA KECIL
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh John Eggers
dan Kim Leahy mengidentifikasi enam (6) tahapan pengembangan bisnis, yaitu
tahapan konsepsi (conception), survival, stabilitas, orientasi
pertumbuhan, pertumbuhan yang cepat, dan kematangan.Menurut Lambing (2000:43)
ada dua keterampilan yang sangat diperlukan oleh pemilik perusahaan dalam
rangka pengembangan perusahaan, yaitu manajemen personal dan manajemen
keuangan.
Banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi
dan manajemen modern tentang cara meraih keberhasilan usaha dalam
mempertahankan eksistensinya secara dinamis. Dalam berbagai konsep strategi
bersaing dikemukakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada
kemampuan internal. Secara internal, perusahaan perlu memiliki kompetensi
khusus (core competency) yang dicari dari integrasi fungsional (design
school) (Mintzberg, 1990) atau dari kemampuan internal (resurce-based
theory) (Pandian, 1992), atau dari “core competency” (D’Aveni, 1994),
atau dari “strategic intent” (Gary Hamel, 1994:129), atau ada yang lebih
popular dari tantangan eksternal “dynamic theory” (Porter, 1980).
Dalam teori persaingan Porter dikemukakan bahwa untuk
menciptakan daya saing khusus, perusahaan harus menciptakan keunggulan melalui
strategi generik (generic strategic), yaitu strategi yang menekankan
pada keunggulan biaya rendah (low cost), diferensiasi (differentiation),
dan fokus (focus). Menurut Mahoney & Pandian (1992) dam D’Aveni (1994),
strategi Porter tersebut adalah berjangka pendek dan statis. Menurutnya,
sekarang ini keadaannya sudah sangat cepat berubah, maka yang diperlukan adalah
strategi jangka panjang dan dinamis. Menurut Richard D’Aveni (1994:253) dan
Gary Hamel (1994:232), perusahaan harus menekankan strategi yang memfokuskan
pada pengembangan kompetensi inti (builing core competency), pengetahuan
dan keunikan intangible asset untuk menciptakan keunggulan, dan hanya
wirausahalah yang mampu mencari peluang secara kreatif dalam menciptakan
keunggulan.
Dalam menghadapi krisis ekonomi nasional seperti
sekarang ini, baik teori dynamic strategy maupun teori resourse-based
strategy sangat relevan bila khusus diterapkan dalam pemberdayaan usaha
kecil nasional dewasa ini.Perhatian utama harus ditekankan pada penciptaan
nilai tambah untuk meraih keunggulan daya saing (competitive advantages)
melalui pengembangan kapabilitas khusus (kewirausahaan), sehingga perusahaan
kecil tidak lagi mengandalkan strategi kekuatan pasar (market power)
melalui monopoli dan fasilitas pemerintah. Dalam strategi ini, perusahaan kecil
harus mengarah pada skill khusus secara internal yang bisa menciptakan
core product yang unggul untuk memperbesar manufacturing share(muncul
pada berbagai product yang memiliki komponen penting yang sama). Strategi
tersebut lebih murah dan ampuh dalam memberdayakan usaha kecil, karena
perusahaan kecil bisa memanfaatkan sumber daya lokalnya (Albert Wijaya, 1993).
Menurut teori “resource-based strategy” ini, agar perusahaan meraih
keuntungan secara terus-menerus, yaitu meraih semua pesaing di industri yang
bersangkutan, maka perusahaan harus mengutamakan kapabilitas internal yang
superior, yang tidak transparan, sukar ditiru atau dialihkan oleh
pesaing dan memberi daya saing jangka panjang (futuristik) yang kuat
melebihi tuntutan masa kini di pasar dan dalam situasi eksternal yang
bergejolak, serta recession proof (Mahoney & Padian, 1992). Sumber
daya perusahaan yang bisa dikembangkan secara khusus menurut Pandian (1992)
adalah tanah, teknologi, tenaga kerja (kapabilitas dan pengetahuannya), modal
dan kebiasaan rutin.
Secara spesifik, ahli lain Burns (1990) menyarankan,
bahwa agar perusahaan kecil berhasil take-off, maka harus ada
usaha-usaha yang khusus diarahkan untuk survival, consolidatin, control,
planning, dan expectation.
Dalam konteks persaingan bebas yang semakin dinamis
seperti sekarang ini, menurut D’Aveni (1987), perusahaan harus menekankan pada
strategi pengembangan kompetensi inti (building core-competency), yaitu
pengetahuan dan keunikan untuk menciptakan keunggulan seperti yang telah
diungkapkan. Keunggulan tersebut menurutnya diciptakan melalui “The New 7-S’
strategy (The New 7-S’ s)” yaitu:
1.
Superior
stakeholder satisfaction, yaitu
mengutamakan kepuasan stakeholder.
2.
Strategic
sooth saying, yaitu merancang
strategi yang membuat kejutan atau yang mencengangkan.
3.
Position for
speed, yaitu posisi untuk
mengutamakan kecepatan.
4.
Position for
surprise, yaitu posisi untuk
membuat kejutan.
5.
Shifting the role of the game, yaitu strategi untuk mengadakan perubahan /
pergeseran peran yang dimainkan.
6.
Signaling
strategic intent, yaitu
menonjolkan strategi yang menyentuh perasaan.
7.
Simultaneous
and sequential strategic thrusts, yaitu
membuat rangkaian strategi kepercayaan secara simultan.
Berdasarkan pandangan para ahli di atas, jelaslah
bahwa daya hidup perusahaan baik kecil maupun besar pada umumnya sangat
tergantung pada strategi manajemen perusahaan dalam memberdayakan sumber daya
internal.
Diperlukan
2 (dua) keterampilan:
1.
Keterampial
manajemen keuangan dan manajemen personalia
2.
Kemampuan internal perusahaan, yaitu
kompetensi khusus berupa kreativitas dan inovasi (Lambing 2000)
Stategi
perusahaan yang menekankan pada penghubungan sumber daya internal secara
superior untuk menciptakan kompetisi inti dalam rangka menciptakan nilai tambah
untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif (Michael Porter 1999)